#Catatan SOP
Gunung HUTAN
I.
Dasar
Standar
Operasional Prosedur (SOP) ini adalah catatan dari hasil pengalaman kegiatan
gunung hutan baik operasi SAR ataupun xpdc. hanya dapat digunakan untuk
kepentingan kegiatan petualangan di gunung dan hutan.
Gunung
dan hutan yang dimaksud berada pada wilayah tropis dengan ketinggian kurang
dari 4000 meter di atas permukaan laut serta memiliki medan yang tidak bersalju
maupun bergletser.
II.
DIVISI GUNUNG HUTAN SAR DARAT
II.1.
Gunung Hutan SAR Darat
GHSD bergerak pada kegiatan kepencintaalaman di gunung dan hutan,
termasuk di antaranya adalah kegiatan pendakian gunung, orientasi medan dan
navigasi darat, search and rescue (SAR), serta eksplorasi gunung dan hutan rimba.
Berbeda
dengan divisi yang lainnya, dalam melakukan seluruh kegiatannya seluruh anggota
Divisi Gunung Hutan SAR Darat dituntut untuk mampu bekerja sama dalam tim,
memprioritaskan kepentingan kelompok, dan peka akan lingkungan di sekitarnya.
II.2.
Jenis – Jenis Gunung
Secara
garis besar, gunung terbagi ke dalam dua jenis, yaitu gunung berapi atau gunung
aktif dan gunung tidak aktif.
Berdasarkan
bentuknya, gunung berapi terbagi ke dalam beberapa jenis yaitu
Stratovolcano
Gunung
berapi tipe stratovolcano tersusun dari batuan hasil letusan dengan tipe
letusan berubah-ubah, sehingga dapat menghasilkan susunan yang berlapis-lapis
dari beberapa jenis batuan. Selain itu, tipe letusan tersebut juga memberikan
bentuk suatu kerucut besar (raksasa) pada bagian puncak gunung, kadang-kadang
bentuknya tidak beraturan karena letusan terjadi sudah beberapa ratus kali.
Kebanyakan gunung tipe stratovolcano memiliki ketinggian lebih dari 2500 meter
di atas permukaan laut. Contoh dari gunung jenis ini adalah Gunung Merapi.
Perisai
Gunung
berapi tipe perisai tersusun dari batuan aliran lava yang pada saat diendapkan
masih cair, sehingga tidak sempat membentuk suatu kerucut yang tinggi (curam).
Bentukan dari gunung tipe ini akan berlereng landai dan susunannya terdiri dari
batuan yang bersifat basaltik. Contoh dari gunung berapi jenis ini terdapat di
Kepulauan Hawai.
Cinder
Cone
Gunung
berapi tipe cinder cone merupakan gunung berapi yang abu dan pecahan kecil
batuan vulkaniknya menyebar di sekeliling gunung. Sebagian besar gunung jenis
ini membentuk mangkuk di puncaknya. Gunung tipe ini jarang yang memiliki
ketinggian di atas 500 meter dari tanah di sekitarnya.
Kaldera
Gunung
berapi tipe kaldera terbentuk dari ledakan yang sangat kuat yang melempar ujung
atas gunung sehingga membentuk cekungan. Contoh dari gunung berapi jenis ini
adalah Gunung Bromo.
III.HAL
– HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM PENDAKIAN GUNUNG
III.1.
Peralatan Pribadi
Nama
Peralatan Jumlah Keterangan
Carrier1
buah Digunakan untuk membawa semua peralatan dan perlengkapan. Minimal volume
60 L. Penggunaan carrier sangat disarankan karena memilliki back system yang
lebih baik, sehingga tidak menyebabkan sakit pada punggung.
Survival
kit1 set Sebagai alat untuk bertahan hidup dalam kondisi tak terduga.
Logistik(n+2)
x kebutuhan harian Memenuhi kebutuhan makan dan minum serta sebagai sumber
energi.
Webbing1
buah Pada kondisi tak terduga dapat digunakan sebagai alat pertolongan,
misalnya ketika menemui jalur yang terlalu curam atau tebing dapat digunakan
untuk mempermudah pendakian.
Kotak
P3K1 set Sebagai pertolongan pertama pada kecelakaan.
Trash
bag1 buah Membungkus matras dan semua barang yang ada di dalam carrier serta
sebagai tempat sampah.
Sepatu+1
pasang Melindungi kaki. Gunakan sepatu dengan pola alas sol sepatu yang besar
(ber-radial), bagian tumit tinggi ± 1,5 cm, dan sol kuat. Ukuran tidak terlalu
sempit, dianjurkan menggunakan ukuran 1 size lebih besar dari ukuran kaki.
Sleeping
bag1 buah Sebagai kantung tidur sekaligus penghangat ketika tidur.
Ponco
/ jas hujan1 buah Melindungi tubuh dan carrier ketika hujan. Dapat juga
digunakan sebagai alas tidur dan membuat bivak.
Model
kelelawarJaket Min. 1 buah Menghangatkan badan. Disarankan menggunakan jaket
jenis tahan air dan/atau windproo
Celana
lapangan1 buah Bukan berbahan jeans, sehingga mudah kering. Mudah menyerap
keringat dan nyaman digunakan. Panjang semata kaki untuk melindungi dari semak
duri dan binatang.Baju1 buah Berbahan yang mudah menyerap keringat.
Kaus
kakiMin. 2 pasang Menghangatkan kaki dan melindungi kaki dari lecet. Gunakan
kaus kaki dengan bahan yang mudah menyerap keringat.
Sarung
tangan Min. 2 pasang Menghangatkan tangan dan melindungi tangan dari lecet.
Baju
ganti Min. 1 pasang Jumlah menyesuaikan dengan lamanya pendakian.
Masker
Min. 1 buah Melindungi dari debu, gas (belerang), kabut jenuh, dan hawa dingin.
Penutup
kepala (kupluk)1 buah Menghangatkan dan melindungi kepala
Senter
Min.1 buah Sebagai alat penerangan. Diusahakan senter dengan tenaga baterai.
Headlamp lebih disarankan karena akan mengoptimalkan pergerakan.
Baterai
cadangan1 set Bohlam cadangan1 buah
Peralatan
masak dan makan1 setPiring, gelas, sendok, pisau
Tisu
kering1 bungkus Tisu basah1 bungkus
Sandal
jepit1 pasang
Gaiter1 pasang Optional. Untuk pendakian di daerah berpasir atau berawa
Gaiter1 pasang Optional. Untuk pendakian di daerah berpasir atau berawa
Peralatan
mandi1 set Sabun, sikat gigi, pasta gigi, shampoo
Alat
tulis1 set Untuk menulis catatan perjalanan dan hal-hal penting lainnya.
Terdiri dari buku tulis dan pena.
Kacamata1
buah Optional. Untuk melindungi mata dari debu. Digunakan pada medan berpasir
dan berdebu.
Topi1
buah Optional. Melindungi kepala dari panas.
Lilin
Min.2 buah Alat penerangan, untuk membuat api unggun.
Bahan
bakar parafin1 kotak Untuk bahan bakar memasak dan membuat api unggun.
Tali
1 gulung Peralatan untuk mengikat, dapat digunakan untuk membuat bivak. Dapat
berupa tali plastik (raffia) atau tali tampar.
Daftar
isi Survival Kit :
Nama
Peralatan Fungsi
PenitiUntuk
menyambung dua buah ponco atau lebih ketika membuat bivakJarum jahit Untuk
menjahit, baik kain maupun luka terbuka untuk sementara Benang jahit Untuk
menjahit, baik kain maupun luka terbuka untuk sementara Senar pancing Untuk
memancing, membuat jeratKail pancing Untuk memancing, dapat juga untuk menjahit
luka kondom air Untuk menampung air hujan maupun air embun Silet Untuk memotong
Korek api kayu Untuk membuat api Lilin Untuk membuat api unggun dan sebagai
sumber penerangan Peluit Untuk memanggil bantuan Tembakau Sebagai penawar
ketika tergigit lintah
Daftar
logistik harian:
1,5
liter air minum150 g Sayur Lauk-pauk Makanan ringan (biskuit, roti)Sumber
kalori instan (cokelat, gula merah, madu)1 bungkus mie instan Kopi, susu, teh.
Daftar
isi kotak P3K pribadi :
Betadine
Kapas Kain kassa Perban Hansaplast Rivanol Obat alergi. Contoh : CTM Obat maag
Parasetamol Obat diare Obat keracunan. Contoh : Norit Oralit Minyak kayu putih
Salep memar Obat tetes mata
III.2.
Peralatan Kelompok
Nama
Peralatan Jumlah Keterangan
Dome
Menyesuaikan Melindungi dari panas, dingin, hujan, dan badai.
Nesting
Menyesuaikan Sebagai peralatan memasak. 1 set nesting per 4 orang.
Kompor
Menyesuaikan Sebagai peralatan memasak. Dapat berupa kompor gas, kompor
parafin, atau kompor spiritus. Minimal 1 buah per 4 orang.
Bahan
bakar Menyesuaikan Bahan bakar untuk memasak. Dapat berupa bahan bakar gas,
parafin atau spiritus. Gunakan minimal dua jenis bahan bakar untuk
mengantisipasi keadaan ketika salah satu bahan bakar tidak dapat digunakan.
Jumlah kebutuhan menyesuaikan dengan banyaknya anggota tim dan lamanya waktu pendakian.Misalnya
untuk bahan bakar gas, kurang lebih 2 tabung gas per 1 hari per 4 orang.
Parang1
buah Digunakan untuk membersihkan jalur, menebas ranting, dan memotong kayu.
Kotak
P3K1 set Sebagai peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan.
Perlengkapan
navigasi Min. 2 set Digunakan untuk melakukan orientasi medan, menentukan arah
dan posisi.
Daftar
isi kotak P3K kelompok :
Isi
sama seperti kotak P3K pribadi, dengan tambahan :
Minimal
1 tabung untuk 3 orang. Mitela (segitiga dan persegi panjang).
Daftar
perlengkapan navigasi :
Peta
kontur Kompas Protaktor Altimeter, GPS (optional)
III.3.
Peralatan Tambahan
III.3.1.
Peralatan Tambahan untuk Ekspedisi
Dalam
melakukan sebuah ekspedisi, realisasi dari sebuah perjalanan tidak selalu
sejalan dengan rencana perjalanan yang telah dibuat. Terkadang akan ditemui
medan dan kondisi sulit, sehingga diperlukan beberapa peralatan tambahan.
Peralatan tambahan tersebut, yaitu :
III.3.1.1.
Perlengkapan navigasi
Perlengkapan
navigasi digunakan untuk melakukan orientasi medan, menentukan arah dan posisi.
Perlengkapan navigasi terdiri dari:
Peta
kontur Kompas Protaktor Altimeter GPS (optional)
III.3.1.2.Hauling
set
Hauling
set digunakan untuk melakukan transfer peralatan secara horizontal maupun
vertikal pada medan sulit. Hauling set terdiri dari:
2
buah karnmantel statis masing-masing minimal sepanjang 100 m5 buah carabiner
oval screw1 buah croll 2 buah ascender 3 buah pulley1 buah foot loop webbing
(jumlah menyesuaikan)dan padding (jumlah menyesuaikan)
III.3.1.3.SRT
(Single Rope Technique) set
SRT
set digunakan untuk melakukan pergerakan vertikal pada medan sulit. SRT set
terdiri dari
1
karnmantel statis minimal sepanjang 100 m1 buah chest1 buah ascender1 buah
descender1 buah croll1 buah carabiner half moon1 buah carabiner MR1 buah
carabiner avernue4 buah carabiner oval screw1 buah carabiner non screw 2 buah
webbing1 buah footloop1 buah harness SRTPadding (jumlah menyesuaikan)
III.3.1.4.Perlengkapan
Pemanjatan
Perlengkapan
pemanjatan digunakan untuk melakukan pemanjatan ketika menemui medan vertikal
(tebing) yang cukup tinggi dan sulit, sehingga memerlukan teknik pemanjatan.
Perlengkapan
pemanjatan terdiri dari :
1
buah karnmantel dinamis2 buah harness panjat1 buah carabiner half moon1 buah
figure of eight2 buah carabiner oval screw Runner (jumlah menyesuaikan)Sling
prusik dan webbing (jumlah menyesuaikan)Pengaman sisip (jumlah menyesuaikan)Padding
(jumlah menyesuaikan)
III.3.2.
Peralatan Tambahan untuk Kegiatan Lainnya
Kegiatan
lain yang dimaksudkan dalam konteks ini yaitu berupa kegiatan khusus untuk
evakuasi dan pencarian korban seperti halnya yang dilakukan dalam kegiatan SAR
(Search and Rescue). Kegiatan lain tersebut memerlukan beberapa peralatan
tambahan, yaitu :
II.3.2.1.
Hauling set
Hauling
set digunakan untuk melakukan transfer korban secara horizontal maupun vertikal
pada medan sulit. Hauling set terdiri dari:
2
buah karnmantel statis masing-masing minimal sepanjang 100 m5 buah carabiner
oval screw1 buah croll2 buah ascender3 buah pulley1 buah footloopwebbing
(jumlah menyesuaikan) padding (jumlah menyesuaikan)
III.3.2.2.
SRT (Single Rope Technique) set
SRT
set digunakan untuk melakukan pergerakan vertikal pada medan sulit. SRT set
terdiri dari
1
karnmantel statis minimal sepanjang 100 m1 buah chest1 buah ascender1 buah
descender1 buah croll1 buah carabiner half moon1 buah carabiner MR1 buah
carabiner avernue4 buah carabiner oval screw1 buah carabiner non screw2 buah
webbing1 buah footloop1 buah harness SRTPadding (jumlah menyesuaikan)
III.3.2.3.
Dragbar
Dragbar
digunakan untuk mengevakuasi korban menuju tempat yang lebih aman. Prosedur
penggunaan dragbar yaitu dilakukan oleh empat orang dengan tinggi badan yang
sama, pergerakan satu arah di bawah satu komando, korban dapat dipindahkan
dengan cara menempatkan dragbar di bahu atau digotong setinggi pinggang.
Dragbar dapat berupa dragbar lipat atau dragbar alam yang dibuat secara manual
di lapangan menggunakan batang-batang pohon.
III.3.2.4. Marker
Marker
digunakan sebagai penanda lokasi penemuan benda yang diduga adalah milik
korban.
III.4. Teknis Pendakian
Teknis
pendakian dibagi ke dalam dua bagian, yaitu
III.4.1.
Persiapan Sebelum Pendakian
Sebelum
melakukan pendakian, perlu dilakukan beberapa persiapan yang bertujuan untuk
mendukung pelaksanaan pendakian sehingga berjalan dengan lancar dan aman.
Persiapan-persiapan tersebut yaitu
Pengumpulan
data tentang medan yang akan dihadapi
Sebelum
melakukan pendakian perlu diketahui data – data tentang medan yang akan
dihadapi. Data-data tersebut di antaranya status aktivitas gunung, keberadaan
sumber air, suhu, kondisi jalur yang akan digunakan, cuaca, lokasi yang aman
untuk mendirikan tenda, dan kebudayaan masyarakat setempat.
Penentuan
tujuan pendakian
Tujuan
pendakian perlu ditentukan sebelumnya, apakah pendakian tersebut ditujukan
untuk latihan, wisata, SAR, ekspedisi, atau tujuan yang lainnya. Dengan
menentukan tujuan perjalanan, maka dapat ditentukan bagaimana persiapan fisik
yang harus dilakukan, peralatan dan logistik yang harus dipersiapkan, serta
manajemen perjalanan yang akan dilakukan.
Persiapan fisik
Pendakian
gunung termasuk ke dalam salah satu olaharaga berat yang menuntut fisik yang
prima. Untuk mendukung hal tersebut, maka diperlukan persiapan fisik yang
memadai. Persiapan fisik yang baik akan menunjang kelancaran kegiatan pendakian
dan menghindarkan anggota pendakian dari cedera fisik. Persiapan fisik tersebut
dapat berupa jogging, push-up dan vertical running. Persiapan fisik ini dapat
disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu dan medan yang akan
ditempuh.
Persiapan
mental
Mental
adalah kondisi psikologis dari diri seseorang. Persiapan mental yang buruk
sebelum melakukan kegiatan gunung-hutan akan mengakibatkan terganggunya
kelancaran kegiatan tersebut.
Persiapan
peralatan dan logistik
Peralatan
dan logistik yang akan dibawa dalam pendakian disesuaikan dengan tujuan dari
pendakian tersebut, medan yang akan dihadapi, dan lamanya waktu pendakian.
Setiap
peserta kegiatan pendakian diharuskan untuk mengisi checklist peralatan
pribadi, sedangkan pemimpin kegiatan pendakian diharuskan untuk mengumpulkan
serta menyimpan checklist perlengkapan kelompok dan checklist perlengkapan
pribadi seluruh peserta kegiatan pendakian.
Checklist
peralatan ini akan menjadi kartu kontrol yang dapat digunakan oleh pemimpin
kegiatan pendakian untuk mengecek kelengkapan peralatan, mengevaluasi kesiapan
anggota tim untuk melakukan survival dalam keadaan terburuk, dan memperkirakan
batas waktu anggota tim untuk bertahan dalam survival tersebut.
Rencana
manajemen perjalanan
Untuk
melakukan pendakian yang baik dan aman, maka diperlukan suatu perencanaan yang
matang tentang manajemen perjalanan yang akan digunakan. Manajemen perjalanan
tersebut meliputi pembagian tugas, manajemen logistik dan manajemen waktu.
Pembagian
tugas terbagi ke dalam dua bagian, yaitu pembagian tugas ketika berjalan dan
ketika melakukan camping. Pembagian tugas ketika berjalan meliputi leader RPJ
dan sweeper RPL.
Leader
bertugas untuk memimpin jalannya pendakian, menentukan arah berjalan,
menjalankan fungsi time keeper, serta menjadi pusat pengambilan keputusan.
Sweeper
bertugas untuk memastikan keutuhan komposisi tim (baik dari segi jumlah dan
posisi), memastikan kondisi seluruh anggota tim, dan berkoordinasi dengan
leader terkait dengan kondisi seluruh anggota tim tersebut. Sedangkan untuk
pembagian tugas ketika melakukan camping meliputi tugas mendirikan dome,
memasak, mencari air, dan mencari kayu bakar.
Administrasi
Setiap
daerah berada di bawah kendali suatu pihak, misalnya Pemda atau Perhutani,
sehingga untuk melakukan kegiatan gunung-hutan pada daerah tersebut diperlukan
izin. Untuk keperluan mengurus izin tersebut biasanya diperlukan beberapa
syarat seperti fotokopi KTP, meterai, dan surat jalan dari organisasi.
Mengisi
lembar kendali operasional
Lembar
kendali operasional berfungsi sebagai kartu kontrol bagi seluruh pengurus
Gitapala terhadap kegiatan gunung-hutan yang sedang berlangsung tersebut.
Lembar kendali operasional diisi oleh pemimpin kegiatan dan ditempelkan pada
papan pengumuman Gitapala.
Melakukan
briefing
Briefing
dilakukan selambat-lambatnya satu hari sebelum hari pelaksanaan kegiatan
gunung-hutan. Briefing dipimpin oleh pemimpin kegiatan dan dihadiri oleh
seluruh anggota tim kegiatan gunung-hutan tersebut, Koordinator Divisi Gunung
Hutan, Kepala Bidang Operasional, dan Ketua Umum
III.4.2.
Pelaksanaan Pendakian
Dalam
melaksanakan suatu pendakian, terdapat beberapa hal yang harus dilakukan dan
diperhatikan yaitu
Melakukan
aklimatisasi minimal selama satu jam.
Kegiatan
ini ditujukan untuk memberikan kesempatan bagi tubuh beradaptasi dengan kondisi
di ketinggian. Kondisi yang dimaksudkan tersebut di antaranya terkait dengan
kondisi suhu, kelembaban udara, dan tekanan udara.
Bergerak
sesuai dengan kesepakatan komposisi tim.
Anggota
tim yang dirasa kurang mempersiapkan fisik sehingga memiliki fisik yang lebih
lemah diposisikan di urutan depan pada barisan setelah leader. Leader
diposisikan pada urutan paling depan dari barisan dan sweeper di urutan paling
belakang.
Leader
dan sweeper sebaiknya laki-laki.
Laki-laki
biasanya akan lebih tenang di dalam menghadapi kondisi sulit. Tetapi hal ini
tidak menutup kemungkinan untuk menunjuk perempuan sebagai leader atau sweeper
apabila dirasa mampu untuk melakukan tugas tersebut selama pendakian
berlangsung.
Anggota
tim bergerak menurut komando dari leader.Leader memutuskan setiap pergerakan
berdasarkan kondisi tim dan kondisi yang ada di medan.
Sweeper
memastikan keutuhan dan kondisi seluruh anggota tim selama di perjalanan dan
berkoordinasi dengan leader.Berjalan dengan kecepatan yang konsisten serta
tidak terlalu cepat atau terlalu lambat.
Memperhatikan
langkah supaya tidak terlalu menghentak atau menyeret. Langkah kaki yang
menghentak atau menyeret justru akan membutuhkan energy ekstra. Oleh karena
itu, tetap berjalan dengan langkah kaki mantap namun tetap menapak ringan pada
permukaan tanah.Tidak berlari ketika menemui jalan yang menurun
Berlari
akan membutuhkan energy ekstra dibandingkan dengan berjalan. Selain itu,
berlari memiliki potensi bahaya kaki terkilir dan kaki tersandung batu atau
akar pohon.
Apabila
terpaksa untuk berhenti di daerah tanjakan, salah satu kaki diposisikan berada di
depan kaki yang lainnya dengan posisi lebih tinggi.
Posisi
tersebut selain memberikan keseimbangan pada tubuh juga akan menghemat energy
tubuh ketika akan kembali melangkahkan kaki.
Memperhatikan
jarak antar anggota tim.
Hal
ini harus dilakukan dengan lebih intens terutama ketika melakukan pendakian
pada malam hari dan/atau kondisi berkabut.
Memperhatikan
kondisi sekitar.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan yaitu pergerakan awan, pergerakan kabut, pergerakan
angin, suhu, keberadaan satwa dan fauna, serta kondisi jalur pendakian.
Saling
memperhatikan kondisi antar anggota tim.
Memiliki
rasa kebersamaan dan saling memiliki antar anggota pendakian akan sangat
memberikan efek yang positif bagi jalannya suatu pendakian. Oleh karena itu,
mengecek secara berkala kondisi fisik dan saling memberikan semangat antar
anggota sangat penting untuk dilakukan.
Disiplin
terhadap waktu.Diusahakan untuk minum dalam jumlah secukupnya dan dalam
interval waktu yang panjang.Bernafas menggunakan hidung. Ritme bernafas perlu
diperhatikan agar tidak terlalu cepat dan memburu.Waktu untuk istirahat tidak
boleh terlalu lama, maksimal 5 menit. Waktu istirahat yang terlalu lama akan
memberikan kesempatan bagi tubuh untuk melemaskan kembali otot-otot tubuh dan
menormalkan denyut jantung, sehingga ketika akan melakukan perjalanan kembali
tubuh akan kaget dan memerlukan waktu lama untuk melakukan adaptasi kembali.
Istirahat yang terlalu lama biasanya akan memicu terjadinya kram otot pada kaki
dan bahu.Tetap berdiri ketika istirahat.
Istirahat
selama pendakian dapat dilakukan dengan tetap berdiri namun posisi badan
membungkuk membentuk huruf L atau juga dilakukan dengan bersandar pada batang
pohon. Posisi istirahat dengan membentuk huruf L akan membantu mengistirahatkan
bahu karena bobot carrier untuk sementara waktu dipindahkan ke punggung. Duduk
ketika istirahat sangat tidak disarankan.
Memperhatikan
penggunaan jaket.
Apabila
selama berjalan menggunakan jaket, maka ketika beristirahat atau sudah tiba di
tujuan, jaket sebaiknya tidak langsung dilepas. Perubahan suhu yang mendadak
akan memicu pada terjadinya kehilangan panas tubuh (hypothermia).
IV.
BAHAYA, PENCEGAHAN BAHAYA, DAN PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN DALAM
PENDAKIAN GUNUNG
Pendakian
gunung adalah suatu kegiatan yang memiliki risiko tinggi. Bahaya, baik yang
berasal dari internal maupun eksternal dari diri pendaki, akan selalu ada dan
apabila pendaki tidak memiliki kemampuan yang cukup akan bahaya tersebut maka
kegiatan pendakian gunung akan menjadi suatu kegiatan yang dihindari.
IV.1.
Bahaya dalam Pendakian Gunung
Apabila
dikelompokkan, berbagai jenis bahaya dalam kegiatan gunung-hutan dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu bahaya obyektif dan bahaya
subyektif.
IV.1.1.
Bahaya Obyektif
Bahaya
obyektif merupakan segala bentuk bahaya dan potensi bahaya yang berasal dari
alam dan segala sesuatu yang berada di alam. Factor-faktor yang dapat
menimbulkan bahaya obyektif di antaranya yaitu
Kondisi
bentuk permukaan bumiBentuk-bentuk kehidupan
Bentuk
kehidupan hewan mulai dari level mikroorganisme hingga binatang-binatang besar
memiliki potensi bahayanya masing-masing. Secara umum, potensi bahaya tersebut
yaitu
menimbulkan
penyakitmenularkan penyakitberacun bila menyengat, bersentuhan atau
menggigitberacun bila dimakanberbahaya bila menyerang (terkait dengan ukuran
hewan tersebut)sifat predator hewan tersebutmengeluarkan zat kimia yang membuat
rasa tidak nyaman
Sedangkan
untuk bentuk kehidupan tumbuhan, potensi bahaya yang dimiliki antara lain
kerapatan
vegetasi dapat menghambat pergerakan dan mencederaikerapatan vegetasi
memperpendek jarak pandang dan keleluasaan dalam melakukan orientasi
medanmemiliki duri-duri atau getah beracun yang dapat mencederaimengandung
racun sehingga berbahaya bila dikonsumsiIklim dan cuaca
Potensi
bahaya dari iklim mungkin masih dapat dihindari karena iklim merupakan karakter
dari suatu daerah yang pengulangannya selalu sama setiap tahunnya, sehingga
tindakan preventif seharusnya sudah dilakukan oleh pendaki sebelum melakukan
kegiatan di daerah tersebut.
Tetapi
cuaca adalah kondisi yang berkaitan dengan suhu udara, kelembaban, dan
pergerakan udara yang sifatnya selalu berubah sewaktu-waktu. Potensi bahaya
yang dapat ditimbulkan dari ketiga hal tersebut yaitu
Suhu
udara tinggi dapat menyebabkan penyakit Heatstroke dan SunstrokeSuhu udara
rendah dapat menyebabkan penyakit Hypothermia apabila kondisi tersebut
berkombinasi dengan pakaian yang basah dan pergerakan udara yang cukup cepat
.Angin besar yang mampu mematahkan batang-batang pepohonan dan merusak dome.Curah
hujan tinggiBadai
Semakin
tinggi suatu tempat berarti tekanan udara semakin rendah dan kandungan oksigen
pada udara semakin tipis. Kondisi ini terkadang mampu menggagalkan system
adapatasi tubuh, sehingga mampu menimbulkan Mountain Sickness.
Besaran
jarak dan waktu
Semakin
panjang jarak dan lama waktu pendakian menuntut rencana perjalanan yang sangat
matang. Rencana perjalanan akan semakin rumit karena banyak hal harus
dipertimbangkan dengan sebaik mungkin. Semakin rumit suatu rencana perjalanan,
maka akan semakin besar faktor kesalahan yang terjadi. Faktor kesalahan inilah
yang mampu menjadi potensi bahaya.
Gas
beracun
Gunung
yang masih aktif biasanya akan mengeluarkan gas beracun pada waktu-waktu
tertentu dan pada area-area tertentu pada gunung tersebut.
Kondisi
sosial budaya
Kesalahan
dalam menghargai adat-istiadat dan kepercayaan tertentu dari masyarakat
setempat dapat menimbulkan kesalahpahaman. Kesalahpahaman ini akan memicu rasa
tidak suka dan penolakan terhadap kehadiran kita di lingkungan tersebut yang
tidak jarang dapat menimbulkan potensi bahaya tertentu.
IV.1.2.
Bahaya Subyektif
Bahaya
subyektif merupakan segala bentuk bahaya dan potensi bahaya yang berasal dari
diri pendaki, baik karena perilaku atau pengambilan keputusan yang salah sebelum
maupun ketika pelaksanaan kegiatan di gunung dan hutan. Faktor – faktor yang
dapat menimbulkan bahaya subyektif di antaranya yaitu
Kondisi
fisik
Kegiatan
gunung-hutan termasuk ke dalam olahraga berat yang menuntut kebugaran tubuh
terutama yang terkait dengan sistem peredaran darah, metabolisme tubuh, daya
tahan tubuh, serta kemampuan tubuh beradaptasi pada cuaca. Kegiatan
gunung-hutan terkadang juga menciptakan siklus kehidupan baru yang tidak
teratur dan jauh berbeda dari siklus kehidupan yang biasanya kita jalani. Semua
faktor tersebut berpotensi menjadi potensi bahaya apabila kebugaran tubuh tidak
dapat memenuhi kebutuhan tubuh untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan tersebut.
Kondisi
kemampuan teknis
Berkegiatan
di gunung dan hutan menuntut keterampilan untuk dapat bergerak maupun
beristirahat dengan efektif dan efisien. Tidak mendukungnya kemampuan teknis
pelaku kegiatan akan menimbulkan sebentuk potensi bahaya tersendiri.
Kondisi
kemampuan kemanusiaan (human skills)
Kemampuan
yang dimaksud dalam konteks ini di antaranya adalah kemampuan mengambil
keputusan, kecermatan, pengendalian emosi, dan kestabilan mental. Kesalahan
dalam pengelolaan kemampuan ini akan dapat berkembang menjadi potensi bahaya.
IV.2.
Pencegahan Bahaya dalam Pendakian Gunung
Tindakan
pencegahan bahaya dalam pendakian gunung pada umumnya dapat diupayakan melalui
hal-hal berikut ini
Melaksanakan
semua poin yang tercantum dalam sub bab III.4.1. Persiapan Sebelum
PendakianMembekali diri dengan kemampuan teknis yang memadaiMelaksanakan semua
poin yang tercantum dalam sub bab III.4.2. Pelaksanaan Pendakian.Selalu berdoa
dan waspada.
IV.3.
Pertolongan Pertama pada Kecelakaan dalam Pendakian Gunung
Jenis
Kecelakaan Tindakan Pertolongan Pertama
Perdarahan
Menekan pada tempat terjadinya perdarahan dengan menggunakan kain bersih
Mengaplikasikan rivanol dan diikuti dengan povidone iodine pada tempat
terjadinya perdarahan setelah perdarahan selesai Menutup luka dengan
menggunakan kasa steril dan perban
System
pernafasan berhenti mendadak Resusitasi Jantung dan Paru Patah tulang (fraktur)
Immobilisasi dengan pembidaian
Hypothermia
Melepaskan semua pakaian basah korban dan menggantinya dengan yang kering
Memasukkan korban ke dalam sleeping bag dengan ditemani satu atau dua orang
lain di dalam sleeping bag tersebut Memberikan minuman hangat Terus mengajak
berbicara korban Kondisikan agar korban dalam keadaan sehangat mungkin
Heatsroke
Mengurangi aktivitas Minum banyak air putih Mengurangi ketebalan pakaian
Keracunan
Menohok anak tekak untuk mengeluarkan sisa makanan yang masih terdapat di
lambung Minum teh pekat dan/atau susu
Tersengat
lebah Oleskan air bawang merah pada luka berkali-kali Tempelkan tanah
basah/liat di atas luka Jangan dipijit-pijit Tempelkan pecahan genting panas di
atas luka
Tergigit
lintah Teteskan air tembakau pada lintahTaburkan garam di atas dan sekitar
lintah Teteskan sari jeruk mentah pada lintah
Kalajengking
dan lipan Memijat daerah di sekitar luka sampai racun keluar Mengikat tubuh di
sebelah pangkal yang digigit Menempelkan asam yang dilumatkan di atas luka
Tergigit
ular Mengurangi pergerakan Membersihkan luka dan mengaplikasikan Torniquet
Memberikan obat penawar bisa (bila ada)Mengusahakan agar korban selalu terjaga
Membatasi aliran darah dari lokasi luka ke jantung dengan cara membebat.
Binatang
buas
Menaburkan karbit di sekeliling bivak untuk pencegahan datangnya binatang buas, sebaiknya karbit di hancurnkan menjadi serbuk, di tebar mengeliling bivak dengan jarak 2-3 meter dari bivak
Menaburkan karbit di sekeliling bivak untuk pencegahan datangnya binatang buas, sebaiknya karbit di hancurnkan menjadi serbuk, di tebar mengeliling bivak dengan jarak 2-3 meter dari bivak
BAB
V KESIMPULAN
Keselamatan pelaku kegiatan adalah prioritas utama
dalam melakukan kegiatan di gunung dan hutan. Oleh karena itu, penggunaan
Standar Operasional Prosedur Divisi Gunung Hutan SAR Darat sebagai pedoman
berkegiatan mutlak diperlukan dalam setiap kegiatan gunung dan hutan. Komitmen
untuk terus menggunakan pedoman tersebut dan menjaga keutuhan isinya dalam
setiap pelaksanaan kegiatan perlu dimiliki oleh setiap Pendaki Gunung