Sabtu, 16 Januari 2016

SOP GUNUNG HUTAN UNTUK PENDAKI GUNUNG

‪#‎manajemenXPDC ‪#‎jilid1
SOP DIVISI GHSD
‪#‎Catatan SOP Gunung HUTAN

I. Dasar
Standar Operasional Prosedur (SOP) ini adalah catatan dari hasil pengalaman kegiatan gunung hutan baik operasi SAR ataupun xpdc. hanya dapat digunakan untuk kepentingan kegiatan petualangan di gunung dan hutan.

Gunung dan hutan yang dimaksud berada pada wilayah tropis dengan ketinggian kurang dari 4000 meter di atas permukaan laut serta memiliki medan yang tidak bersalju maupun bergletser.

II. DIVISI GUNUNG HUTAN SAR DARAT

II.1. Gunung Hutan SAR Darat
GHSD bergerak pada kegiatan kepencintaalaman di gunung dan hutan, termasuk di antaranya adalah kegiatan pendakian gunung, orientasi medan dan navigasi darat, search and rescue (SAR), serta eksplorasi gunung dan hutan rimba.
Berbeda dengan divisi yang lainnya, dalam melakukan seluruh kegiatannya seluruh anggota Divisi Gunung Hutan SAR Darat dituntut untuk mampu bekerja sama dalam tim, memprioritaskan kepentingan kelompok, dan peka akan lingkungan di sekitarnya.

II.2. Jenis – Jenis Gunung
Secara garis besar, gunung terbagi ke dalam dua jenis, yaitu gunung berapi atau gunung aktif dan gunung tidak aktif.
Berdasarkan bentuknya, gunung berapi terbagi ke dalam beberapa jenis yaitu

Stratovolcano
Gunung berapi tipe stratovolcano tersusun dari batuan hasil letusan dengan tipe letusan berubah-ubah, sehingga dapat menghasilkan susunan yang berlapis-lapis dari beberapa jenis batuan. Selain itu, tipe letusan tersebut juga memberikan bentuk suatu kerucut besar (raksasa) pada bagian puncak gunung, kadang-kadang bentuknya tidak beraturan karena letusan terjadi sudah beberapa ratus kali. Kebanyakan gunung tipe stratovolcano memiliki ketinggian lebih dari 2500 meter di atas permukaan laut. Contoh dari gunung jenis ini adalah Gunung Merapi.
Perisai
Gunung berapi tipe perisai tersusun dari batuan aliran lava yang pada saat diendapkan masih cair, sehingga tidak sempat membentuk suatu kerucut yang tinggi (curam). Bentukan dari gunung tipe ini akan berlereng landai dan susunannya terdiri dari batuan yang bersifat basaltik. Contoh dari gunung berapi jenis ini terdapat di Kepulauan Hawai.
Cinder Cone
Gunung berapi tipe cinder cone merupakan gunung berapi yang abu dan pecahan kecil batuan vulkaniknya menyebar di sekeliling gunung. Sebagian besar gunung jenis ini membentuk mangkuk di puncaknya. Gunung tipe ini jarang yang memiliki ketinggian di atas 500 meter dari tanah di sekitarnya.
Kaldera
Gunung berapi tipe kaldera terbentuk dari ledakan yang sangat kuat yang melempar ujung atas gunung sehingga membentuk cekungan. Contoh dari gunung berapi jenis ini adalah Gunung Bromo.

III.HAL – HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM PENDAKIAN GUNUNG

III.1. Peralatan Pribadi

Nama Peralatan Jumlah Keterangan
Carrier1 buah Digunakan untuk membawa semua peralatan dan perlengkapan. Minimal volume 60 L. Penggunaan carrier sangat disarankan karena memilliki back system yang lebih baik, sehingga tidak menyebabkan sakit pada punggung.
Survival kit1 set Sebagai alat untuk bertahan hidup dalam kondisi tak terduga.
Logistik(n+2) x kebutuhan harian Memenuhi kebutuhan makan dan minum serta sebagai sumber energi.
Webbing1 buah Pada kondisi tak terduga dapat digunakan sebagai alat pertolongan, misalnya ketika menemui jalur yang terlalu curam atau tebing dapat digunakan untuk mempermudah pendakian.
Kotak P3K1 set Sebagai pertolongan pertama pada kecelakaan.
Trash bag1 buah Membungkus matras dan semua barang yang ada di dalam carrier serta sebagai tempat sampah.
Sepatu+1 pasang Melindungi kaki. Gunakan sepatu dengan pola alas sol sepatu yang besar (ber-radial), bagian tumit tinggi ± 1,5 cm, dan sol kuat. Ukuran tidak terlalu sempit, dianjurkan menggunakan ukuran 1 size lebih besar dari ukuran kaki.
Sleeping bag1 buah Sebagai kantung tidur sekaligus penghangat ketika tidur.
Ponco / jas hujan1 buah Melindungi tubuh dan carrier ketika hujan. Dapat juga digunakan sebagai alas tidur dan membuat bivak.
Model kelelawarJaket Min. 1 buah Menghangatkan badan. Disarankan menggunakan jaket jenis tahan air dan/atau windproo
Celana lapangan1 buah Bukan berbahan jeans, sehingga mudah kering. Mudah menyerap keringat dan nyaman digunakan. Panjang semata kaki untuk melindungi dari semak duri dan binatang.Baju1 buah Berbahan yang mudah menyerap keringat.
Kaus kakiMin. 2 pasang Menghangatkan kaki dan melindungi kaki dari lecet. Gunakan kaus kaki dengan bahan yang mudah menyerap keringat.
Sarung tangan Min. 2 pasang Menghangatkan tangan dan melindungi tangan dari lecet.
Baju ganti Min. 1 pasang Jumlah menyesuaikan dengan lamanya pendakian.
Masker Min. 1 buah Melindungi dari debu, gas (belerang), kabut jenuh, dan hawa dingin.
Penutup kepala (kupluk)1 buah Menghangatkan dan melindungi kepala
Senter Min.1 buah Sebagai alat penerangan. Diusahakan senter dengan tenaga baterai. Headlamp lebih disarankan karena akan mengoptimalkan pergerakan.
Baterai cadangan1 set Bohlam cadangan1 buah
Peralatan masak dan makan1 setPiring, gelas, sendok, pisau
Tisu kering1 bungkus Tisu basah1 bungkus
Sandal jepit1 pasang 
Gaiter1 pasang Optional. Untuk pendakian di daerah berpasir atau berawa
Peralatan mandi1 set Sabun, sikat gigi, pasta gigi, shampoo
Alat tulis1 set Untuk menulis catatan perjalanan dan hal-hal penting lainnya. Terdiri dari buku tulis dan pena.
Kacamata1 buah Optional. Untuk melindungi mata dari debu. Digunakan pada medan berpasir dan berdebu.
Topi1 buah Optional. Melindungi kepala dari panas.
Lilin Min.2 buah Alat penerangan, untuk membuat api unggun.
Bahan bakar parafin1 kotak Untuk bahan bakar memasak dan membuat api unggun.
Tali 1 gulung Peralatan untuk mengikat, dapat digunakan untuk membuat bivak. Dapat berupa tali plastik (raffia) atau tali tampar.

Daftar isi Survival Kit :
Nama Peralatan Fungsi
PenitiUntuk menyambung dua buah ponco atau lebih ketika membuat bivakJarum jahit Untuk menjahit, baik kain maupun luka terbuka untuk sementara Benang jahit Untuk menjahit, baik kain maupun luka terbuka untuk sementara Senar pancing Untuk memancing, membuat jeratKail pancing Untuk memancing, dapat juga untuk menjahit luka kondom air Untuk menampung air hujan maupun air embun Silet Untuk memotong Korek api kayu Untuk membuat api Lilin Untuk membuat api unggun dan sebagai sumber penerangan Peluit Untuk memanggil bantuan Tembakau Sebagai penawar ketika tergigit lintah
Daftar logistik harian:
1,5 liter air minum150 g Sayur Lauk-pauk Makanan ringan (biskuit, roti)Sumber kalori instan (cokelat, gula merah, madu)1 bungkus mie instan Kopi, susu, teh.
Daftar isi kotak P3K pribadi :
Betadine Kapas Kain kassa Perban Hansaplast Rivanol Obat alergi. Contoh : CTM Obat maag Parasetamol Obat diare Obat keracunan. Contoh : Norit Oralit Minyak kayu putih Salep memar Obat tetes mata

III.2. Peralatan Kelompok
Nama Peralatan Jumlah Keterangan
Dome Menyesuaikan Melindungi dari panas, dingin, hujan, dan badai.
Nesting Menyesuaikan Sebagai peralatan memasak. 1 set nesting per 4 orang.
Kompor Menyesuaikan Sebagai peralatan memasak. Dapat berupa kompor gas, kompor parafin, atau kompor spiritus. Minimal 1 buah per 4 orang.
Bahan bakar Menyesuaikan Bahan bakar untuk memasak. Dapat berupa bahan bakar gas, parafin atau spiritus. Gunakan minimal dua jenis bahan bakar untuk mengantisipasi keadaan ketika salah satu bahan bakar tidak dapat digunakan. Jumlah kebutuhan menyesuaikan dengan banyaknya anggota tim dan lamanya waktu pendakian.Misalnya untuk bahan bakar gas, kurang lebih 2 tabung gas per 1 hari per 4 orang.
Parang1 buah Digunakan untuk membersihkan jalur, menebas ranting, dan memotong kayu.
Kotak P3K1 set Sebagai peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan.
Perlengkapan navigasi Min. 2 set Digunakan untuk melakukan orientasi medan, menentukan arah dan posisi.

Daftar isi kotak P3K kelompok :
Isi sama seperti kotak P3K pribadi, dengan tambahan :
Minimal 1 tabung untuk 3 orang. Mitela (segitiga dan persegi panjang).
Daftar perlengkapan navigasi :
Peta kontur Kompas Protaktor Altimeter, GPS (optional)

III.3. Peralatan Tambahan
III.3.1. Peralatan Tambahan untuk Ekspedisi
Dalam melakukan sebuah ekspedisi, realisasi dari sebuah perjalanan tidak selalu sejalan dengan rencana perjalanan yang telah dibuat. Terkadang akan ditemui medan dan kondisi sulit, sehingga diperlukan beberapa peralatan tambahan. Peralatan tambahan tersebut, yaitu :
III.3.1.1. Perlengkapan navigasi
Perlengkapan navigasi digunakan untuk melakukan orientasi medan, menentukan arah dan posisi. Perlengkapan navigasi terdiri dari:
Peta kontur Kompas Protaktor Altimeter GPS (optional)

III.3.1.2.Hauling set
Hauling set digunakan untuk melakukan transfer peralatan secara horizontal maupun vertikal pada medan sulit. Hauling set terdiri dari:
2 buah karnmantel statis masing-masing minimal sepanjang 100 m5 buah carabiner oval screw1 buah croll 2 buah ascender 3 buah pulley1 buah foot loop webbing (jumlah menyesuaikan)dan padding (jumlah menyesuaikan)

III.3.1.3.SRT (Single Rope Technique) set
SRT set digunakan untuk melakukan pergerakan vertikal pada medan sulit. SRT set terdiri dari
1 karnmantel statis minimal sepanjang 100 m1 buah chest1 buah ascender1 buah descender1 buah croll1 buah carabiner half moon1 buah carabiner MR1 buah carabiner avernue4 buah carabiner oval screw1 buah carabiner non screw 2 buah webbing1 buah footloop1 buah harness SRTPadding (jumlah menyesuaikan)
III.3.1.4.Perlengkapan Pemanjatan
Perlengkapan pemanjatan digunakan untuk melakukan pemanjatan ketika menemui medan vertikal (tebing) yang cukup tinggi dan sulit, sehingga memerlukan teknik pemanjatan.
Perlengkapan pemanjatan terdiri dari :
1 buah karnmantel dinamis2 buah harness panjat1 buah carabiner half moon1 buah figure of eight2 buah carabiner oval screw Runner (jumlah menyesuaikan)Sling prusik dan webbing (jumlah menyesuaikan)Pengaman sisip (jumlah menyesuaikan)Padding (jumlah menyesuaikan)

III.3.2. Peralatan Tambahan untuk Kegiatan Lainnya
Kegiatan lain yang dimaksudkan dalam konteks ini yaitu berupa kegiatan khusus untuk evakuasi dan pencarian korban seperti halnya yang dilakukan dalam kegiatan SAR (Search and Rescue). Kegiatan lain tersebut memerlukan beberapa peralatan tambahan, yaitu :

II.3.2.1. Hauling set
Hauling set digunakan untuk melakukan transfer korban secara horizontal maupun vertikal pada medan sulit. Hauling set terdiri dari:
2 buah karnmantel statis masing-masing minimal sepanjang 100 m5 buah carabiner oval screw1 buah croll2 buah ascender3 buah pulley1 buah footloopwebbing (jumlah menyesuaikan) padding (jumlah menyesuaikan)

III.3.2.2. SRT (Single Rope Technique) set
SRT set digunakan untuk melakukan pergerakan vertikal pada medan sulit. SRT set terdiri dari
1 karnmantel statis minimal sepanjang 100 m1 buah chest1 buah ascender1 buah descender1 buah croll1 buah carabiner half moon1 buah carabiner MR1 buah carabiner avernue4 buah carabiner oval screw1 buah carabiner non screw2 buah webbing1 buah footloop1 buah harness SRTPadding (jumlah menyesuaikan)

III.3.2.3. Dragbar
Dragbar digunakan untuk mengevakuasi korban menuju tempat yang lebih aman. Prosedur penggunaan dragbar yaitu dilakukan oleh empat orang dengan tinggi badan yang sama, pergerakan satu arah di bawah satu komando, korban dapat dipindahkan dengan cara menempatkan dragbar di bahu atau digotong setinggi pinggang. Dragbar dapat berupa dragbar lipat atau dragbar alam yang dibuat secara manual di lapangan menggunakan batang-batang pohon.

III.3.2.4. Marker
Marker digunakan sebagai penanda lokasi penemuan benda yang diduga adalah milik korban.

III.4. Teknis Pendakian
Teknis pendakian dibagi ke dalam dua bagian, yaitu
III.4.1. Persiapan Sebelum Pendakian
Sebelum melakukan pendakian, perlu dilakukan beberapa persiapan yang bertujuan untuk mendukung pelaksanaan pendakian sehingga berjalan dengan lancar dan aman. Persiapan-persiapan tersebut yaitu
Pengumpulan data tentang medan yang akan dihadapi
Sebelum melakukan pendakian perlu diketahui data – data tentang medan yang akan dihadapi. Data-data tersebut di antaranya status aktivitas gunung, keberadaan sumber air, suhu, kondisi jalur yang akan digunakan, cuaca, lokasi yang aman untuk mendirikan tenda, dan kebudayaan masyarakat setempat.
Penentuan tujuan pendakian
Tujuan pendakian perlu ditentukan sebelumnya, apakah pendakian tersebut ditujukan untuk latihan, wisata, SAR, ekspedisi, atau tujuan yang lainnya. Dengan menentukan tujuan perjalanan, maka dapat ditentukan bagaimana persiapan fisik yang harus dilakukan, peralatan dan logistik yang harus dipersiapkan, serta manajemen perjalanan yang akan dilakukan.

Persiapan fisik
Pendakian gunung termasuk ke dalam salah satu olaharaga berat yang menuntut fisik yang prima. Untuk mendukung hal tersebut, maka diperlukan persiapan fisik yang memadai. Persiapan fisik yang baik akan menunjang kelancaran kegiatan pendakian dan menghindarkan anggota pendakian dari cedera fisik. Persiapan fisik tersebut dapat berupa jogging, push-up dan vertical running. Persiapan fisik ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu dan medan yang akan ditempuh.
Persiapan mental
Mental adalah kondisi psikologis dari diri seseorang. Persiapan mental yang buruk sebelum melakukan kegiatan gunung-hutan akan mengakibatkan terganggunya kelancaran kegiatan tersebut.
Persiapan peralatan dan logistik
Peralatan dan logistik yang akan dibawa dalam pendakian disesuaikan dengan tujuan dari pendakian tersebut, medan yang akan dihadapi, dan lamanya waktu pendakian.
Setiap peserta kegiatan pendakian diharuskan untuk mengisi checklist peralatan pribadi, sedangkan pemimpin kegiatan pendakian diharuskan untuk mengumpulkan serta menyimpan checklist perlengkapan kelompok dan checklist perlengkapan pribadi seluruh peserta kegiatan pendakian.
Checklist peralatan ini akan menjadi kartu kontrol yang dapat digunakan oleh pemimpin kegiatan pendakian untuk mengecek kelengkapan peralatan, mengevaluasi kesiapan anggota tim untuk melakukan survival dalam keadaan terburuk, dan memperkirakan batas waktu anggota tim untuk bertahan dalam survival tersebut.
Rencana manajemen perjalanan
Untuk melakukan pendakian yang baik dan aman, maka diperlukan suatu perencanaan yang matang tentang manajemen perjalanan yang akan digunakan. Manajemen perjalanan tersebut meliputi pembagian tugas, manajemen logistik dan manajemen waktu.
Pembagian tugas terbagi ke dalam dua bagian, yaitu pembagian tugas ketika berjalan dan ketika melakukan camping. Pembagian tugas ketika berjalan meliputi leader RPJ dan sweeper RPL.
Leader bertugas untuk memimpin jalannya pendakian, menentukan arah berjalan, menjalankan fungsi time keeper, serta menjadi pusat pengambilan keputusan.
Sweeper bertugas untuk memastikan keutuhan komposisi tim (baik dari segi jumlah dan posisi), memastikan kondisi seluruh anggota tim, dan berkoordinasi dengan leader terkait dengan kondisi seluruh anggota tim tersebut. Sedangkan untuk pembagian tugas ketika melakukan camping meliputi tugas mendirikan dome, memasak, mencari air, dan mencari kayu bakar.
Administrasi
Setiap daerah berada di bawah kendali suatu pihak, misalnya Pemda atau Perhutani, sehingga untuk melakukan kegiatan gunung-hutan pada daerah tersebut diperlukan izin. Untuk keperluan mengurus izin tersebut biasanya diperlukan beberapa syarat seperti fotokopi KTP, meterai, dan surat jalan dari organisasi.
Mengisi lembar kendali operasional
Lembar kendali operasional berfungsi sebagai kartu kontrol bagi seluruh pengurus Gitapala terhadap kegiatan gunung-hutan yang sedang berlangsung tersebut. Lembar kendali operasional diisi oleh pemimpin kegiatan dan ditempelkan pada papan pengumuman Gitapala.
Melakukan briefing
Briefing dilakukan selambat-lambatnya satu hari sebelum hari pelaksanaan kegiatan gunung-hutan. Briefing dipimpin oleh pemimpin kegiatan dan dihadiri oleh seluruh anggota tim kegiatan gunung-hutan tersebut, Koordinator Divisi Gunung Hutan, Kepala Bidang Operasional, dan Ketua Umum

III.4.2. Pelaksanaan Pendakian
Dalam melaksanakan suatu pendakian, terdapat beberapa hal yang harus dilakukan dan diperhatikan yaitu
Melakukan aklimatisasi minimal selama satu jam.
Kegiatan ini ditujukan untuk memberikan kesempatan bagi tubuh beradaptasi dengan kondisi di ketinggian. Kondisi yang dimaksudkan tersebut di antaranya terkait dengan kondisi suhu, kelembaban udara, dan tekanan udara.
Bergerak sesuai dengan kesepakatan komposisi tim.
Anggota tim yang dirasa kurang mempersiapkan fisik sehingga memiliki fisik yang lebih lemah diposisikan di urutan depan pada barisan setelah leader. Leader diposisikan pada urutan paling depan dari barisan dan sweeper di urutan paling belakang.
Leader dan sweeper sebaiknya laki-laki.
Laki-laki biasanya akan lebih tenang di dalam menghadapi kondisi sulit. Tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan untuk menunjuk perempuan sebagai leader atau sweeper apabila dirasa mampu untuk melakukan tugas tersebut selama pendakian berlangsung.
Anggota tim bergerak menurut komando dari leader.Leader memutuskan setiap pergerakan berdasarkan kondisi tim dan kondisi yang ada di medan.
Sweeper memastikan keutuhan dan kondisi seluruh anggota tim selama di perjalanan dan berkoordinasi dengan leader.Berjalan dengan kecepatan yang konsisten serta tidak terlalu cepat atau terlalu lambat.
Memperhatikan langkah supaya tidak terlalu menghentak atau menyeret. Langkah kaki yang menghentak atau menyeret justru akan membutuhkan energy ekstra. Oleh karena itu, tetap berjalan dengan langkah kaki mantap namun tetap menapak ringan pada permukaan tanah.Tidak berlari ketika menemui jalan yang menurun
Berlari akan membutuhkan energy ekstra dibandingkan dengan berjalan. Selain itu, berlari memiliki potensi bahaya kaki terkilir dan kaki tersandung batu atau akar pohon.
Apabila terpaksa untuk berhenti di daerah tanjakan, salah satu kaki diposisikan berada di depan kaki yang lainnya dengan posisi lebih tinggi.
Posisi tersebut selain memberikan keseimbangan pada tubuh juga akan menghemat energy tubuh ketika akan kembali melangkahkan kaki.
Memperhatikan jarak antar anggota tim.
Hal ini harus dilakukan dengan lebih intens terutama ketika melakukan pendakian pada malam hari dan/atau kondisi berkabut.
Memperhatikan kondisi sekitar.
Hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu pergerakan awan, pergerakan kabut, pergerakan angin, suhu, keberadaan satwa dan fauna, serta kondisi jalur pendakian.
Saling memperhatikan kondisi antar anggota tim.
Memiliki rasa kebersamaan dan saling memiliki antar anggota pendakian akan sangat memberikan efek yang positif bagi jalannya suatu pendakian. Oleh karena itu, mengecek secara berkala kondisi fisik dan saling memberikan semangat antar anggota sangat penting untuk dilakukan.
Disiplin terhadap waktu.Diusahakan untuk minum dalam jumlah secukupnya dan dalam interval waktu yang panjang.Bernafas menggunakan hidung. Ritme bernafas perlu diperhatikan agar tidak terlalu cepat dan memburu.Waktu untuk istirahat tidak boleh terlalu lama, maksimal 5 menit. Waktu istirahat yang terlalu lama akan memberikan kesempatan bagi tubuh untuk melemaskan kembali otot-otot tubuh dan menormalkan denyut jantung, sehingga ketika akan melakukan perjalanan kembali tubuh akan kaget dan memerlukan waktu lama untuk melakukan adaptasi kembali. Istirahat yang terlalu lama biasanya akan memicu terjadinya kram otot pada kaki dan bahu.Tetap berdiri ketika istirahat.
Istirahat selama pendakian dapat dilakukan dengan tetap berdiri namun posisi badan membungkuk membentuk huruf L atau juga dilakukan dengan bersandar pada batang pohon. Posisi istirahat dengan membentuk huruf L akan membantu mengistirahatkan bahu karena bobot carrier untuk sementara waktu dipindahkan ke punggung. Duduk ketika istirahat sangat tidak disarankan.
Memperhatikan penggunaan jaket.
Apabila selama berjalan menggunakan jaket, maka ketika beristirahat atau sudah tiba di tujuan, jaket sebaiknya tidak langsung dilepas. Perubahan suhu yang mendadak akan memicu pada terjadinya kehilangan panas tubuh (hypothermia).

IV. BAHAYA, PENCEGAHAN BAHAYA, DAN PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN DALAM PENDAKIAN GUNUNG
Pendakian gunung adalah suatu kegiatan yang memiliki risiko tinggi. Bahaya, baik yang berasal dari internal maupun eksternal dari diri pendaki, akan selalu ada dan apabila pendaki tidak memiliki kemampuan yang cukup akan bahaya tersebut maka kegiatan pendakian gunung akan menjadi suatu kegiatan yang dihindari.

IV.1. Bahaya dalam Pendakian Gunung
Apabila dikelompokkan, berbagai jenis bahaya dalam kegiatan gunung-hutan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu bahaya obyektif dan bahaya subyektif.

IV.1.1. Bahaya Obyektif
Bahaya obyektif merupakan segala bentuk bahaya dan potensi bahaya yang berasal dari alam dan segala sesuatu yang berada di alam. Factor-faktor yang dapat menimbulkan bahaya obyektif di antaranya yaitu
Kondisi bentuk permukaan bumiBentuk-bentuk kehidupan
Bentuk kehidupan hewan mulai dari level mikroorganisme hingga binatang-binatang besar memiliki potensi bahayanya masing-masing. Secara umum, potensi bahaya tersebut yaitu
menimbulkan penyakitmenularkan penyakitberacun bila menyengat, bersentuhan atau menggigitberacun bila dimakanberbahaya bila menyerang (terkait dengan ukuran hewan tersebut)sifat predator hewan tersebutmengeluarkan zat kimia yang membuat rasa tidak nyaman
Sedangkan untuk bentuk kehidupan tumbuhan, potensi bahaya yang dimiliki antara lain
kerapatan vegetasi dapat menghambat pergerakan dan mencederaikerapatan vegetasi memperpendek jarak pandang dan keleluasaan dalam melakukan orientasi medanmemiliki duri-duri atau getah beracun yang dapat mencederaimengandung racun sehingga berbahaya bila dikonsumsiIklim dan cuaca
Potensi bahaya dari iklim mungkin masih dapat dihindari karena iklim merupakan karakter dari suatu daerah yang pengulangannya selalu sama setiap tahunnya, sehingga tindakan preventif seharusnya sudah dilakukan oleh pendaki sebelum melakukan kegiatan di daerah tersebut.
Tetapi cuaca adalah kondisi yang berkaitan dengan suhu udara, kelembaban, dan pergerakan udara yang sifatnya selalu berubah sewaktu-waktu. Potensi bahaya yang dapat ditimbulkan dari ketiga hal tersebut yaitu
Suhu udara tinggi dapat menyebabkan penyakit Heatstroke dan SunstrokeSuhu udara rendah dapat menyebabkan penyakit Hypothermia apabila kondisi tersebut berkombinasi dengan pakaian yang basah dan pergerakan udara yang cukup cepat .Angin besar yang mampu mematahkan batang-batang pepohonan dan merusak dome.Curah hujan tinggiBadai
Semakin tinggi suatu tempat berarti tekanan udara semakin rendah dan kandungan oksigen pada udara semakin tipis. Kondisi ini terkadang mampu menggagalkan system adapatasi tubuh, sehingga mampu menimbulkan Mountain Sickness.
Besaran jarak dan waktu
Semakin panjang jarak dan lama waktu pendakian menuntut rencana perjalanan yang sangat matang. Rencana perjalanan akan semakin rumit karena banyak hal harus dipertimbangkan dengan sebaik mungkin. Semakin rumit suatu rencana perjalanan, maka akan semakin besar faktor kesalahan yang terjadi. Faktor kesalahan inilah yang mampu menjadi potensi bahaya.
Gas beracun
Gunung yang masih aktif biasanya akan mengeluarkan gas beracun pada waktu-waktu tertentu dan pada area-area tertentu pada gunung tersebut.
Kondisi sosial budaya
Kesalahan dalam menghargai adat-istiadat dan kepercayaan tertentu dari masyarakat setempat dapat menimbulkan kesalahpahaman. Kesalahpahaman ini akan memicu rasa tidak suka dan penolakan terhadap kehadiran kita di lingkungan tersebut yang tidak jarang dapat menimbulkan potensi bahaya tertentu.

IV.1.2. Bahaya Subyektif
Bahaya subyektif merupakan segala bentuk bahaya dan potensi bahaya yang berasal dari diri pendaki, baik karena perilaku atau pengambilan keputusan yang salah sebelum maupun ketika pelaksanaan kegiatan di gunung dan hutan. Faktor – faktor yang dapat menimbulkan bahaya subyektif di antaranya yaitu
Kondisi fisik
Kegiatan gunung-hutan termasuk ke dalam olahraga berat yang menuntut kebugaran tubuh terutama yang terkait dengan sistem peredaran darah, metabolisme tubuh, daya tahan tubuh, serta kemampuan tubuh beradaptasi pada cuaca. Kegiatan gunung-hutan terkadang juga menciptakan siklus kehidupan baru yang tidak teratur dan jauh berbeda dari siklus kehidupan yang biasanya kita jalani. Semua faktor tersebut berpotensi menjadi potensi bahaya apabila kebugaran tubuh tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan tersebut.
Kondisi kemampuan teknis
Berkegiatan di gunung dan hutan menuntut keterampilan untuk dapat bergerak maupun beristirahat dengan efektif dan efisien. Tidak mendukungnya kemampuan teknis pelaku kegiatan akan menimbulkan sebentuk potensi bahaya tersendiri.
Kondisi kemampuan kemanusiaan (human skills)
Kemampuan yang dimaksud dalam konteks ini di antaranya adalah kemampuan mengambil keputusan, kecermatan, pengendalian emosi, dan kestabilan mental. Kesalahan dalam pengelolaan kemampuan ini akan dapat berkembang menjadi potensi bahaya.

IV.2. Pencegahan Bahaya dalam Pendakian Gunung
Tindakan pencegahan bahaya dalam pendakian gunung pada umumnya dapat diupayakan melalui hal-hal berikut ini
Melaksanakan semua poin yang tercantum dalam sub bab III.4.1. Persiapan Sebelum PendakianMembekali diri dengan kemampuan teknis yang memadaiMelaksanakan semua poin yang tercantum dalam sub bab III.4.2. Pelaksanaan Pendakian.Selalu berdoa dan waspada.

IV.3. Pertolongan Pertama pada Kecelakaan dalam Pendakian Gunung
Jenis Kecelakaan Tindakan Pertolongan Pertama
Perdarahan Menekan pada tempat terjadinya perdarahan dengan menggunakan kain bersih Mengaplikasikan rivanol dan diikuti dengan povidone iodine pada tempat terjadinya perdarahan setelah perdarahan selesai Menutup luka dengan menggunakan kasa steril dan perban
System pernafasan berhenti mendadak Resusitasi Jantung dan Paru Patah tulang (fraktur) Immobilisasi dengan pembidaian
Hypothermia Melepaskan semua pakaian basah korban dan menggantinya dengan yang kering Memasukkan korban ke dalam sleeping bag dengan ditemani satu atau dua orang lain di dalam sleeping bag tersebut Memberikan minuman hangat Terus mengajak berbicara korban Kondisikan agar korban dalam keadaan sehangat mungkin
Heatsroke Mengurangi aktivitas Minum banyak air putih Mengurangi ketebalan pakaian
Keracunan Menohok anak tekak untuk mengeluarkan sisa makanan yang masih terdapat di lambung Minum teh pekat dan/atau susu
Tersengat lebah Oleskan air bawang merah pada luka berkali-kali Tempelkan tanah basah/liat di atas luka Jangan dipijit-pijit Tempelkan pecahan genting panas di atas luka
Tergigit lintah Teteskan air tembakau pada lintahTaburkan garam di atas dan sekitar lintah Teteskan sari jeruk mentah pada lintah
Kalajengking dan lipan Memijat daerah di sekitar luka sampai racun keluar Mengikat tubuh di sebelah pangkal yang digigit Menempelkan asam yang dilumatkan di atas luka
Tergigit ular Mengurangi pergerakan Membersihkan luka dan mengaplikasikan Torniquet Memberikan obat penawar bisa (bila ada)Mengusahakan agar korban selalu terjaga Membatasi aliran darah dari lokasi luka ke jantung dengan cara membebat.
Binatang buas
Menaburkan karbit di sekeliling bivak untuk pencegahan datangnya binatang buas, sebaiknya karbit di hancurnkan menjadi serbuk, di tebar mengeliling bivak dengan jarak 2-3 meter dari bivak

BAB V KESIMPULAN
Keselamatan pelaku kegiatan adalah prioritas utama dalam melakukan kegiatan di gunung dan hutan. Oleh karena itu, penggunaan Standar Operasional Prosedur Divisi Gunung Hutan SAR Darat sebagai pedoman berkegiatan mutlak diperlukan dalam setiap kegiatan gunung dan hutan. Komitmen untuk terus menggunakan pedoman tersebut dan menjaga keutuhan isinya dalam setiap pelaksanaan kegiatan perlu dimiliki oleh setiap Pendaki Gunung