Selasa, 10 Desember 2013 | 13:12 WIB
KOMPAS.COM/FIRMANSYAH
Baru saja ke luar dari desa menuju kawasan hutan perjalanan sekitar 15 menit kita akan disuguhi oleh sumber air panas. Bolehlah kiranya jika Anda berniat hendak berendam beberapa saat menghangatkan badan dengan sumber air belerang yang mengalir deras menuju sungai yang jernih.
Puas bermain dengan air panas maka jalur perkebunan dan persawahan masyarakat terlebih dahulu akan kita lewati. Ada banyak tanaman kita jumpai seperti kebun terong, cabai, kacang panjang, hamparan sawah dan umbut. Ini merupakan tanaman warga setempat. Jika kebetulan ada si pemiliknya maka mereka pasti akan menawarkan kepada kita yang melintas untuk mengambil hasil kebun mereka dan itu gratis.
Usai melewati perkebunan maka hutan lindung akan menyambut kita. Pepohonan berumur puluhan tahun menjulang layaknya penyangga langit agar tidak runtuh, bunyi kicau burung hutan, siamang, gemercik air menghapus lelah karena berjalan. Jika beruntung selama perjalanan akan akan dijumpai kawanan kambing hutan, rusa dan harimau sumatera. Tak sedikit warga desa setempat yang bersedia menemani sebagai penunjuk jalan.
Tidak kurang dari 1,5 jam perjalanan membelah rimba dan sesekali menyeberangi sungai, rasa penat dan lelah mulai menggoda tetapi sekali lagi satu pemandangan luar biasa telah terbentang di depan mata pada jalur lintasan, yakni Air Terjun Melintang Kanan dengan ketinggian 200 meter tampak tinggi menjulang berwarna putih perak tertimpa cahaya mentari.
Obat lelah yang sungguh mujarab. Meski jarak kita masih berkisar 200 meter dari air terjun akan terasa embun mulai membasahi baju dan wajah. Terdapat pelataran cukup untuk membuka tenda berjumlah empat buah di bawah air terjun itu jika Anda berminat bermalam di lokasi itu. Urusan makan, Anda cukup membawa alat masak, beras dan bumbu karena ikan sangat melimpah di lintasan itu cukup dengan memancing saja.
Suasana malam di lokasi itu ternyata luar biasa indah. Hamparan langit membentang ditaburi bintang, bunyi hewan malam tiada henti diiringi gemuruh air terjun, menyatu dalam irama malam. Biasanya jika kita membawa pemandu warga setempat di mana mereka akan membawa jaring atau bubu (sejenis perangkap ikan). Lumayan sebagai menu tambahan membakar ikan di malam hari.
Pagi hari usai mengemas tenda dan peralatan, perjalanan dilanjutkan kembali menuju utara Goa Agung, dari air terjun dibutuhkan tidak kurang dari satu jam berjalan kaki. Lagi-lagi belantara rimba akan terus menyelimuti hingga bertemu dengan punggungan Bukit Sanggul tertinggi. Di punggungan bukit tertinggi inilah biasanya kawanan rusa dan kambing hutan akan semakin banyak Anda jumpai hingga bertemulah dengan mulut Goa Agung atau masyarakat setempat menyebutnya dengan nama Goa Besar.
Goa Besar adalah sebuah goa alam yang terbentuk sejak ratusan tahun memiliki jalur horizontal sepanjang 500 meter. Tiba di mulut goa terdapat juga hamparan yang cukup untuk dihuni sekitar 30 orang. “Lokasi ini sering digunakan para penggiat alam terbuka untuk bermalam sebelum mereka masuk menyusuri goa,” kata Ketua Umum Pencinta Alam Sosial Politik (Palasostik), FISIP, Universitas Bengkulu, Andi Wiji Harianto, Minggu (8/12/2013).
Menelusuri goa juga merupakan pengalaman unik dan menegangkan dengan kedalaman puluhan meter di bawah perut bumi, tidak kurang dari satu jam waktu yang diperlukan untuk menyusuri seluk beluk goa itu. Rangkaian stalaktit dan stalakmit dari batuan kapur terukir indah di langit-langit dan lantai gua. Ada banyak bentuk unik tercipta, ada batuan berbentuk meja, wanita yang menyusui anak, kubah masjid dan beragam pemandangan lainnya.
Titik air menetes dari stalaktit akan terdengar merdu di hening dan gelapnya suasana dalam perut bumi. Biota gua biasanya akan ditemukan berupa kelabang dengan panjang mencapai 30 sentimeter namun pasif karena selalu berada di zona gelap. Berikutnya, jangkrik berwarna putih dan memiliki antena panjang sebagai alat navigasi, ikan dan belut yang berwarna transparan serta buta.
Ancaman Pabrik Semen
Keindahan dan keasrian alam kawasan tersebut sebenarnya tak luput dari ancaman eksploitasi pabrik semen karena kapur sebagai bahan utama pembuatan semen. Menurut Andi, pernah beberapa tahun yang lalu kawasan tersebut berencana membuka pengelolaan pabrik semen namun ditentang oleh warga desa termasuk ribuan warga Seluma.
Andi juga mengingatkan beberapa kode etik penelusuran goa kepada pengunjung. Pertama, jangan mengambil sesuatu kecuali foto. Kedua, jangan meninggalkan sesuatu kecuali jejak dan ketiga, jangan membunuh sesuatu kecuali waktu.
“Kawasan goa beserta isinya adalah wilayah sensitif, tidak sembarang pengunjung dapat masuk tanpa memahami kaedah dan kode etik penelusuran goa,” kata Andi.
Penulis | : | Kontributor Bengkulu, Firmansyah |
Editor | : | I Made Asdhiana |
Sumber : Kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar